BATAMSTRAITS.COM, BATAM – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam, Surya Makmur Nasution, menyoroti minimnya jumlah guru di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Terutama dari kalangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan pendidikan di tahun ajaran baru.
“Kekurangan guru di Batam diperkirakan mencapai sekitar 700 orang, dengan kebutuhan paling besar berada di tingkat SMP,” ujar Surya, Senin (29/9/2025).
Diakuinya berdasarkan proyeksi hingga 2030, Kota Batam membutuhkan sekitar 1.500 guru untuk mencapai rasio ideal 1 guru untuk setiap 10 siswa. Sayangnya, rasio tersebut saat ini masih belum tercapai.
“Harapan kita, tenaga guru ini harus segera dipenuhi. Demi menunjang kualitas pendidikan di Kota Batam,” katanya.
Ia menambahkan kekurangan tenaga pendidik masih menjadi persoalan serius di Kota Batam. Kondisi itu terlihat dengan minimnya jumlah guru yang diangkat dalam formasi PPPK terbaru.
Dari 367 orang yang menerima Surat Keputusan (SK) Pengangkatan PPPK Periode II Formasi Tahun 2024, hanya 6 orang yang berasal dari tenaga guru.
Menanggapi persoalan kekurangan guru di Batam, Wali Kota Batam Amsakar Achmad menyatakan bahwa secara prinsip, kebutuhan terhadap tenaga pendidik masih sangat besar. Ia juga menyebut bahwa tenaga medis seperti bidan dan apoteker pun masih memiliki banyak lahan penempatan.
“Hanya saja dalam persoalan formasi untuk memenuhi itu, Jakarta kan selalu akan menyesuaikan dengan besaran kemampuan APBN,” kata Amsakar menyampaikan.
Menurutnya, ketika pemerintah daerah mengusulkan penambahan tenaga pendidik, misalnya 50 orang, tidak serta-merta disetujui oleh pemerintah pusat.
“Kadang-kadang hanya 10 (yang disetujui),” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa akibat keterbatasan formasi itu, Pemko Batam selama ini menggunakan jalur alternatif untuk memenuhi kebutuhan guru, seperti merekrut lulusan sesuai bidang studi tertentu.
“Untuk bidang studi matematika kita cari yang tamatan matematika, bahasa Inggris begitu juga,” ungkapnya menyambungkan.
Sebelumnya, kata Amsakar, formula yang digunakan adalah pengangkatan guru honor, baik melalui skema honor daerah maupun dana BOS. Namun dengan dihapuskannya skema honorer, opsi tersebut sudah tidak bisa lagi digunakan.
“Tentu yang kami harapkan ke depan karena sudah tidak ada lagi yang namanya honor, ya Jakarta membantu untuk memenuhi keterbatasan dari SDM khusus untuk pendidikan ini berskala urgen,” jelasnya menerangkan.
Ia berharap kebijakan nasional yang akan datang dapat lebih akomodatif terhadap kebutuhan tenaga kerja di masing-masing daerah. (uly)