Monday, November 17, 2025

Surya Paloh Khawatir Parpol Jadi Pedagang Usai MK Hapus PT 20 Persen: NasDem Tolak Putusan, Tak Setuju Ambang Batas Nol Persen

MIMBARKEPRI.CO, Jakarta – Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menyatakan partainya menolak keputusan Mahkamah Konstisusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen.

Paloh menilai putusan MK tidak tepat dan mengatakan angka nol persen tidak tepat agar demokrasi berjalan efektif dan efisien.

“Kalau ditanya apa pendapat NasDem, NasDem bilangnya enggak cocok itu. Enggak tepat itu presidential threshold di-nolkan ya,” kata Paloh di kantor partainya.

Dia mengatakan putusan MK tak berpijak pada realitas.

“Kalau enggak tepat angkanya 20 persen itu bisa kita bicarakan. Tapi 0 persen itu saya pikir itu hal yang tidak baik untuk satu proses gol besar kita agar jalannya demokrasi kita ini juga berjalan efektif,” kata dia.

“Jangan cita-citanya mulia, keputusannya mulia, tapi kita hanya berada di awang-awang. Implementasi di lapangan enggak mudah,” imbuh Paloh.

Surya Paloh mengungkap potensi partai politik hanya akan menjadi “pedagang” usai MK menghapus ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Ia mengatakan partai akan meng usung partainya dengan berbagai motivasi, termasuk untuk “berdagang”.

BACA JUGA:  Surya Paloh Ikut Makan Siang Bersama Prabowo-Erdogan di Istana Bogor: NasDem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

“Bermacam-macam motivasi. Ada motivasi untuk memberikan eksistensi idealisme-nya berperan. Ada juga yang berdagang untuk, eh aku ini kan pedagang. Ini barang dagangan aja. Apa itu salah? Kan hak dia juga,” kata Paloh.

“Cuma kita harus hati-hati juga mengatur. Jadi intinya NasDem merasa tidak tepat Presidential Threshold itu nol persen,” kata Paloh.

Dalam amar putusan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, MK menghapus syarat ambang batas presidensial yang berlaku selama ini. Sehingga, semua partai politik ke depan memungkinkan untuk meng usung pasangan calon presidennya.

Namun, dalam amar putusannya, MK meng usulkan rekayasa konstitusional atau constitutional engineering untuk mencegah potensi pasangan calon presiden dan wakil presiden terlalu banyak. (*)

Berita Lainnya

Berita Populer

spot_img