MIMBARKEPRI.CO, Jakarta – Wamenko Polkam Letjen TNI (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus merekomendasikan pembentukan Sea and Coast Guard Indonesia sebagai poros utama (leading sector) untuk mengoordinasikan penegakan hukum dan operasi lain di lautan.
Usul tersebut merupakan satu dari beberapa rekomendasi yang disampaikan Lodewijk dalam rapat Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Wamenko Polkam dengan Komisi I DPR RI, Selasa (11/2).
Lodewijk mengatakan perlunya satu regulasi khusus yang bersifat tunggal dan integratif untuk mengatur tata kelola di laut.
“Pertama, perlu dirumuskan rancangan undang-undang tentang keamanan laut. Ini kenapa? guna mewujudkan sistem keamanan laut yang komprehensif tadi sesuai tema yang disampaikan kepada kami,” kata Lodewijk.
Lodewijk menambahkan, pembentukan Sea and Coast Guard Indonesia diperlukan sebagai leading sector yang memiliki tugas dan wewenang mengoordinasikan penegakan hukum di laut, menjaga keamanan, dan keselamatan.
“Jangan seakan-akan hanya koordinasi, nanti bukan coast guard yang keluar, tapi Bakorkamla, sudah dievaluasi Bakorkamla, tidak bisa atau tidak berfungsi dengan baik,” ujarnya.
Lodewijk menjelaskan ada beberapa masalah yang telah diidentifikasi terkait sistem keamanan laut.
Pertama, masih lemahnya koordinasi dalam penegakan hukum dan pola keamanan laut yang terpadu. Selain itu, terdapat berbagai pelanggaran yang sering terjadi di Indonesia.
“Pelanggaran masuk ke wilayah Indonesia, kegiatan ilegal fishing yang terus terjadi. Termasuk kejahatan lintas negara. Mungkin kita lihat barusan ada kejadian di Malaysia ada tenaga kerja kita ditembak di atas kapal, nah ini artinya ini kenapa terjadi? artinya kita belum mampu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” ujarnya.
Masalah selanjutnya, soal banyaknya lembaga aparat yang melakukan operasi di laut. Lodewijk mengatakan saat ini setidaknya ada 13 lembaga yang punya wewenang di laut. Hal itu, sambungnya, memicu ego sektoral masing-masing lembaga.
“13 lembaga punya tugas masing-masing, punya wewenang masing-masing dan dilindungi oleh UU, dan di antara 13 ini, 6 di antaranya punya armada punya kapal. Di sinilah dengan punya wewenang, punya aturan dilindungi oleh undang-undang yang keluar adalah egosektoral masing-masing,” katanya.
Lodewijk juga menyinggung kekurangan koordinasi antar aparat penegak hukum di laut, menyinggung pernah ada lembaga Bakorkamla kemudian diganti menjadi Bakamla.
“Ini lemahnya contoh dulu sudah Bakorkamla, badan koordinasi. Tapi dibubarkan jadi Bakamla. Setelah Bakamla keluar, wewenang koordinasi itu ada, tapi wewenang penegakan hukum tidak ada. Artinya ya itu, Bakamla ini jadi banci lagi ya,” ujarnya. (*)