MIMBARKEPIR.CO, Jakarta – Keberadaan pagar laut yang membentang di pesisir Tangerang (Banten), Jakarta Utara (DKI), hingga Bekasi (Jawa Barat) menjadi sorotan tajam. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai fenomena ini mencerminkan lemahnya pengawasan baik dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), maupun pemerintah daerah (pemda).
Trubus menekankan bahwa pembangunan pagar laut ini merugikan para nelayan yang beroperasi di sekitar kawasan tersebut dan merusak ekosistem terumbu karang. Ia juga mengkritisi implementasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang tidak berjalan sesuai rencana.
“Pemerintah lebih fokus pada aspek pajak dan retribusi, sementara persoalan lingkungan dan kesejahteraan nelayan kurang mendapatkan perhatian,” ujar Trubus.
Meskipun pemerintah telah melakukan penyegelan dan memulai pembongkaran pagar laut, Trubus mendesak adanya solusi jangka panjang, termasuk sanksi bagi pihak yang membangun pagar laut.
“Solusi jangka panjangnya harus jelas, yakni menghentikan aktivitas pembangunan pagar-pagar tersebut dan memberikan sanksi kepada pembuatnya,” tegasnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) juga mendorong pemerintah untuk menindak tegas pelaku pemagaran laut dan mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan tersebut.
Mukri Friatna, Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, memperingatkan dampak buruk pembangunan pagar laut, terutama terhadap lingkungan dan perekonomian masyarakat pesisir.
“Kalau dampak ekologis, yang pertama kematian terhadap terumbu karang. Yang kedua, kalau terumbu karang mati maka keragaman biodiversitas pantainya juga terdampak, ikan itu juga akan hilang,” kata Mukri.
Hilangnya ikan di sekitar pesisir akan memaksa nelayan untuk mencari ikan lebih jauh ke tengah laut, yang akan menambah beban dan biaya bagi mereka.
TNI AL, atas arahan Presiden RI Prabowo Subianto, telah memulai pembongkaran pagar laut di Kabupaten Tangerang dengan target selesai dalam 10 hari. (*)