MIMBARKEPRI.CO, Jakarta– Nurul Izmi, peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), menilai bahwa 233 proyek strategis nasional (PSN) yang dibentuk pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak selalu berjalan dengan baik.
Izmi mengatakan bahwa mayoritas PSN tersebut tidak mengedepankan kepentingan lingkungan dan bahkan merugikan masyarakat lokal.
“Kurang lebih ada 233 PSN di era Jokowi dan pelaksanaannya ternyata berjalan sangat tidak baik. Mulai dari keputusan yang disahkan secara sepihak, hingga tak mendengarkan pendapat masyarakat yang terdampak pembangunan itu,” kata Izmi.
Izmi menjelaskan bahwa PSN seringkali menimbulkan kerugian bagi masyarakat karena aktivitas pembangunannya mencemari lingkungan.
“Status PSN secara otomatis membuat penjagaannya diamankan secara ketat oleh aparat. Tentunya kondisi ini membuat masyarakat terdampak yang menolak menjadi lebih rentan untuk diintimidasi,” ucap Izmi.
Laporan Tempo sebelumnya mengungkapkan bahwa sedikitnya ada tiga wilayah yang menolak kehadiran PSN di lingkungannya. Penolakan tersebut diantaranya datang dari masyarakat adat Merauke, Papua; Aliansi Masyarakat Rempang yang menolak PSN Rempang Eco City; dan penolakan terbaru PSN PIK 2 di Tangerang.
Nalar Institute juga mengungkapkan dampak pembangunan PSN dalam rentang tahun 2016-2024 di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Peneliti Nalar Institute, Ani Nur Mujahidah, menyebutkan bahwa terdapat setidaknya delapan masalah dalam implementasi PSN dari aspek sosial, diantaranya stagnasi dan penurunan perekonomian masyarakat terdampak, konflik agraria, terganggunya aktivitas masyarakat, terancamnya kehidupan masyarakat adat, ancaman kesehatan dan keselamatan, dan kerusakan infrastruktur publik.
Ani menjelaskan bahwa penurunan perekonomian warga dipengaruhi oleh alih fungsi lahan dan pencemaran air sungai.
Terkait dampak negatif terhadap lingkungan, terdapat setidaknya delapan masalah, diantaranya rusaknya ekosistem hijau, pencemaran air, kerusakan tanah, pencemaran udara, bencana non alam, dan terancamnya habitat satwa. (*)