MIMBARKEPRI.CO, Jakarta – Letusan Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada Senin dini hari tadi, menewaskan sepuluh orang, termasuk Suster Nikoline, pemimpin Komunitas Hokeng (Muder) – kelompok biarawati yang berkarya di sekitar Lewotobi.
Saat kejadian, Suster Nikoline sedang tidur di dalam kamar di kediamannya. Batu api yang berasal dari letusan Gunung Lewotobi menembus atap rumah dan jatuh menimpa Suster Nikoline, memicu kebakaran yang menewaskannya.
“Ada batu api hempasan dari Gunung Lewotobi mengenai atap bangunan dan jatuh menimpa Suster dan terbakarlah kamar itu bersama Suster Nikoline,” kata Kepala Badan Pelaksana Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Flores Timur, Fredy Moat Aeng.
Letusan Gunung Lewotobi terjadi sekitar pukul 23.57 WITA dan berdampak pada tujuh desa di Kecamatan Wulanggitang dan Kecamatan Ile Bura. Warga ketujuh desa mengungsi ke tiga desa terdekat di Kecamatan Titehena. Pemerintah setempat telah mendirikan tenda untuk menampung para pengungsi.
Akibat kejadian ini, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meningkatkan status Gunung Lewotobi Laki-Laki dari level III ke level IV atau awas. Masyarakat dilarang beraktivitas pada radius tujuh kilometer dari puncak Gunung Lewotobi.
Sejak Jumat lalu, Badan Geologi mengamati peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Lewotobi. Tinggi kolom erupsi mencapai 1.500-2.000 meter di puncak Lewotobi.
Petugas Pos Pengamatan Gunung Api Badan Geologi di Desa Pululera, Kecamatan Walanggitang mendapati adanya tumpukan material lava pada bagian timur laut. Pergerakan lava itu sangat lambat. Hasil pengukuran petugas menggunakan drone mencatat bahwa jarak aliran lava berada di sekitar 4,3 kilometer dari pusat kawah gunung api tersebut.
Badan Geologi juga mencatat kenaikan gempa vulkanik dalam dan dangkal. Sebanyak 119 kali terjadi gempa vulkanik dalam, 19 gempa vulkanik dangkal, 6 kali gempa tremor harmonik pada Jumat hingga Sabtu pekan lalu. (*)
sumber: tempo.co