Saturday, January 18, 2025

NATO & DK PBB Tindaklanjuti soal Mobilisasi Tentara Korut ke Ukraina

MIMBARKEPRI.COM, Jakarta, — Gerak cepat, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) langsung mau menindaklanjuti laporan mobilisasi ribuan tentara Korea Utara yang akan bantu Rusia di Perang Ukraina.

Sekjen NATO Mark Rutte mengatakan ribuan prajurit Korut itu kini berada di Kursk, wilayah garda depan konflik Rusia dan Ukraina.

Dilansir dari The Korea Times, Rutte menyampaikan pihaknya saat ini dapat membenarkan bahwa tentara Korea Utara telah dikerahkan ke Rusia.

“Hari ini saya dapat mengonfirmasi bahwa tentara Korea Utara telah dikirim ke Rusia dan unit-unit militer mereka telah dikerahkan ke wilayah Kursk,” kata Rutte kepada wartawan usai pengarahan dari delegasi tingkat tinggi Korea Selatan.

Rutte mengatakan pengerahan prajurit Pyongyang menandai eskalasi signifikan dari keterlibatan Korut dalam konflik Rusia-Ukraina.

Ia menyebut pengerahan pasukan itu merupakan “eskalasi signifikan dalam keterlibatan Korut dalam perang ilegal Rusia” serta merupakan “pelanggaran lain terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB”.

“Ini perluasan perang Rusia yang berbahaya,” ujar Rutte, yang meminta Rusia dan Korut untuk segera menghentikan pengerahan pasukan.

Ukraina sebelumnya mengklaim pasukan Korea Utara telah dikerahkan ke perbatasan Kursk di Rusia barat.

Klaim Ukraina itu pun didukung oleh badan intelijen Korea Selatan yang mendeteksi sekitar 1.500 tentara pasukan khusus Korut telah tiba di Rusia. Intel Korsel menduga para prajurit dikerahkan untuk ikut berperang di Ukraina.

BACA JUGA:  Negara Arab Disebut Lobi AS Cegah Israel Serang Kilang Minyak Iran

Presiden Korsel Yoon Suk Yeol pun bicara dengan Sekjen NATO Mark Rutte pada Senin (21/10) untuk menyampaikan kekhawatirannya mengenai hal tersebut. Yoon mendesak NATO mengambil “tindakan balasan konkret” atas persoalan itu.

Rutte sudah menekankan bahwa NATO siap bekerja sama dengan Korsel. Ia menyampaikan kekhawatiran serius atas klaim Korsel dan meminta Seoul mengirim delegasi ke NATO. Kunjungan delegasi Korsel pada Senin (28/10) pun menindaklanjuti permintaan Rutte tersebut.

Selain NATO, Amerika Serikat (AS) juga telah membenarkan bahwa setidaknya 3.000 tentara Korea Utara saat ini telah berada di Rusia.

Pertemuan DK PBB

Selain itu, mengutip dari NHK, atas permintaan Ukraina, Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pertemuan terkait dugaan pengiriman pasukan Korea Utara ke Rusia.

Menurut Perwakilan Tetap Swiss untuk PBB yang saat ini menjadi Ketua DK PBB, pertemuan itu akan berlangsung pada Rabu (30/10) setelah pukul 15.00 sore waktu setempat. Perwakilan Tetap Swiss untuk PBB mengatakan Ukraina meminta dengan dukungan AS, Prancis, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan.

Sebelumnya, mengutip dari Sputnik, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy meminta pertemuan digelar pada Kamis (31/10) untuk membahas soal  pengiriman senjata dari negara-negara Barat ke Ukraina, dan konsekuensinya terhadap prospek penyelesaian damai krisis di sana.

BACA JUGA:  PM Spanyol Kecam Israel dan Minta Dunia Setop Jual Senjata ke Tel Aviv

Sikap Rusia

Sementara itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menekankan bahwa interaksi antara Rusia dan Korut di bidang militer tidak melanggar norma hukum internasional. Dia mengatakan kehebohan di Korsel atas laporan dugaan pengiriman personel militer dari Korut ke Federasi Rusia sebagai berita palsu dan hanya mencari sensasi.

Dia menekankan dalam kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Pyongyang pada 18-19 Juni lalu menghasilkan perjanjian bilateral Rusia dan Korut tengang Kemitraan Strategis Komprehensif yang baru.

Perjanjian itu menetapkan bahwa jika salah satu pihak menjadi sasaran serangan bersenjata oleh negara mana pun atau beberapa negara, dan berada dalam keadaan perang, pihak lainnya akan segera memberikan bantuan militer dan bantuan lainnya dengan segala cara yang dimilikinya sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB dan sesuai dengan undang-undang Rusia dan Korut.

Selain itu, menurut Pasal ke-8, para pihak membuat mekanisme untuk melakukan kegiatan bersama guna memperkuat kemampuan pertahanan mereka demi pencegahan perang serta memastikan perdamaian dan keamanan regional dan internasional.

BACA JUGA:  Tentara Korut Tewas di Ukraina: Zelensky Kecam Perlindungan Minim dari Rusia

Sementara itu, mengutip dari Antara, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Sergei Tolchenov menyatakan negaranya siap melakukan negosiasi damai dengan Ukraina dan menambahkan Rusia juga ingin melihat upaya serupa dari pihak lain.

Namun, dalam arahan pers di Jakarta, Senin, Tolchenov berpendapat bahwa Ukraina masih belum siap untuk melakukan negosiasi damai dengan Rusia.

Dia juga menilai proposal perdamaian yang diajukan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy lebih terlihat seperti ultimatum kepada Rusia.

“(Proposal perdamaian) itu bukanlah usulan untuk membahas berbagai hal secara bebas dan menyeluruh,” ujar Tolchenov.

Dia melanjutkan bahwa negosiasi dengan Ukraina tidak boleh dimulai dari nol, tetapi harus mempertimbangkan hal yang telah dicapai pada negosiasi sebelumnya pada Maret dan April 2022 di Turki.

Tolchenov mengatakan bahwa pihak yang terlibat telah membahas hal tersebut dan mencapai kesepakatan serta menginisiasi rancangan perjanjian damai.

“Dokumen (rancangan perjanjian damai) itu ada. Mari kita terus bertindak berdasarkan rancangan perjanjian ini,” ujarnya.

Meskipun begitu, Tolchenov mengatakan bahwa Zelenskyy malah mengadopsi dekrit yang melarang negosiasi apa pun dengan Rusia, terutama setelah serangan Ukraina di wilayah Kursk, Rusia.

Tolchenov lebih lanjut mengatakan bahwa dekrit tersebut membuat kemungkinan negosiasi apa pun dengan Ukraina menjadi tidak bisa dilakukan.

sumber: cnnindonesia.com

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Stay Connected

0FansLike
3,893FollowersFollow
SubscribersSubscribe
spot_img

Berita Populer